Menumbuhkan Rasa Persaudaraan Antar Santri Melalui Konseling Islami
Fanni Salma U.F
Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Universitas Muria Kudus
e-mail: fannysalmaa@yahoo.co.id
Abstract
Islamic counseling is the
efforts of the help from counselor to conseli with pleasure to improve their
faith in achieving the completion of the problems faced by conseli. Santri is
someone who studied theology in deeper in islamic boarding school. They come from a variety of different
regions. So, needs to be fostered a sense of brotherhood.
Islamic counseling really
have a role for santri in the scope of the islamic boarding school. In the case
the counseling of islamic works to help build santri in achieving the information so as to foster
a sense of brotherhood of santri in accordance with recommendation of the
region of Islam. Furthermore, islamic counseling also make santri understand
the attitude what they do to strengthen the brotherhood. The brotherhood will
grow and they will get ridho of Allah.
Keyword: Islamic Counseling, Santri, Sense of Brotherhood
Abstrak
Konseling Islami adalah upaya
pemberian bantuan dari konselor kepada konseli secara ikhlas untuk meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan dalam mencapai penyelesaian masalah yang sedang dihadapi
konseli. Santri adalah seseorang yang mempelajari ilmu agama secara lebih dalam
di pesantren. Santri-santri tersebut berasal dari berbagai daerah yang
berbeda-beda. Untuk itu, perlu ditumbuhkan rasa persaudaraan.
Konseling islami sangat
memiliki peran untuk para santri di
lingkup pesantren. Dalam hal ini konseling islami membantu membina santri dalam
mencapai sosialisasi sehingga menumbuhkan rasa persaudaraan antar santri sesuai
dengan anjuran agama Islam. Selain itu, konseling islami juga membuat para
santri paham sikap seperti apa yang seharusnya mereka lakukan untuk mempererat
tali persaudaraan. Rasa persaudaraan itu akan tumbuh dan tentunya akan mendapat
ridho Allah Yang Maha Kuasa.
Kata kunci: Konseling
Islami, Santri, Rasa Persaudaraan
A.
Pendahuluan
Setiap
orang memiliki suatu masalah, baik itu karena faktor internal maupun eksternal.
Masalah yang muncul tentunya berbeda-beda. Bagi remaja, masalah berfungsi
sebagai suatu bentuk penjajakan menuju kedewasaan. Akan tetapi, tidak semua
remaja dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Selain itu, terdapat
faktor lingkungan yang menjadikan masalah yang dihadapi berbeda.
Salah
satu contoh lingkungan adalah pondok pesantren dimana pondok pesantren
merupakan sesuatu yang tak terpisahkan
dari umat Islam di Indonesia sejak zaman dahulu. Sama halnya dengan sekolah
pada umumnya, pondok pesantren bertumpu pada konsep-konsep pendidikan, seperti
tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan tazkiyah. Banyak hal positif yang dibubuhkan dalam
pendidikan di pondok pesantren dan tentunya semua berlandaskan dari nilai-nilai
islami.
Meskipun
demikian, tidak menutup kemungkinan para santri memiliki problem atau masalah
yang tidak dapat mereka selesaikan, khususnya bagi santri yang masih remaja.
Seperti yang telah kita ketahui, pada masa remaja terjadi suatu proses
pencarian jati diri dimana remaja seringkali kebingungan dalam menghadapi
problem yang dialaminya. Itu pula yang terjadi di lingkup pesantren dan menjadi
kepedulian bersama. Hal ini dimaksudkan supaya santri dapat membina hubungan
yang baik sehingga tumbuh suatu rasa persaudaraan antar santri meskipun berasal
dari berbagai daerah yang berbeda.
Selain
itu, pemahaman mengenai cara membina hubungan atau bersosialisasi ini sangat
dibutuhkan oleh santri. Mengingat santri lebih banyak berada di lingkup pesantren,
mereka perlu menumbuhkan solidaritas
antar santri supaya tidak terjadi konflik. Dengan
adanya
solidaritas tersebut, konflik antar santri setidaknya dapat diminimalisir.
Untuk
itu, konseling islami berperan sebagai pengentasan masalah bagi para santri.
Konseling islami ini merupakan layanan konseling yang dilakukan konselor kepada
klien untuk mengentaskan suatu permasalahan dengan menjunjung ajaran-ajaran
agama islam. Pembinaan dalam bersosialisasi melalui konseling islami bermaksud
untuk mempersiapkan diri atas kemungkinan konflik yang akan terjadi karena
latar belakang santri yang beraneka-ragam.
B.
Pembahasan
Konseling Islami
Menurut
Williamson, conseling diartikan
sebagai suatu proses personalisasi dan individualisasi untuk membantu seseorang
dalam mempelajari mata pelajaran di sekolah, ciri-ciri perilaku sebagai
warganegara dan nilai-nilai pribadi dan sosial serta kebiasaan-kebiasaan dan
semua kebiasaan lainnya, mempelajari keterampilan (skill), sikap, dan kepercayaan yang dapat membantu dirinya selaku
makhluk yang dapat menyesuaikan diri secara
normal. (M. Arifin, 1994:95).
Jadi,
konseling berfungsi sebagai sarana untuk membantu seseorang dalam kegiatan
sekolah mengenai cara-cara berperilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang
ada baik itu yang bersifat pribadi maupun sosial. Selain itu, konseling juga
berfungsi untuk memberikan suatu pemahaman untuk mempelajari keterampilan,
sikap, kepercayaan sehingga seseorang dapat menyesuaikan diri di lingkungannya.
Kemudian
konseling juga menjadi salah satu upaya dalam mengatasi suatu konflik,
hambatan, maupun kesulitan pada saat memenuhi kebutuhan, sekaligus sebagai
upaya dalam meningkatkan kesehatan mental. Maka dari itu, konseling memiliki
peran untuk membantu mengusahakan solusi dalam menghadapi persoalan-persoalan.
Terdapat
berbagai macam konseling, salah satunya yaitu konseling islami. Secara umum Konseling
Islami didefinisikan sebagai upaya proses bantuan yang diberikan secara ikhlas
pada individu atau kelompok untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
untuk mengembangkan potensi kebahagiaan pribadi maupun kemaslahatan sosial.
(Anwar Sutoyo, 2007:22).
Selanjutnya,
ciri-ciri konseling islami yang sangat mendasar (Adz-Dzaky, 2002) antara lain;
(a) Berparagdima kepada wahyu dan ketauladanan para Nabi, Rasul dan ahli
warisnya, (b) Hukum konselor memberikan konseling kepada klien/konseli dan
klien/konseli yang meminta bimbingan kepada konselor adalah wajib dan suatu keharusan
bahkan merupakan ibadah, (c) Konselor yang menyimpang dari wahyu dapat
berakibat fatal bagi dirinya sendiri maupun konseli/klien dan Allah menghukumi
mereka sebagai orang yang mendustakan agama, melanggar agama dengan sengaja dan
terang-terangan, menganggap enteng dan mengabaikan agama, (d) Sistem konseling
islam dimulai dengan pengarahan kepada kesadaran nurani dengan membacakan
ayat-ayat Allah setelah itu baru melakukan oproses terapi dengan membersihkan
dan mensucikan sebab-sebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan, kemudian
setelah tampak cahaya kesucian dalam
dada (qalb), akal fikiran dan kejiwaan, baru proses pembimbingan dilakukan
dengan mengajarkan pesan-pesan Al-Qur’an dalam mengantarkan individu kepada
perbaikan-perbaikan diri secara esensial dan diiringi dengan Al-Hikmah, yaitu
rahasia-rahasia dibalik segala peristiwa yang terjadi di dalam hidup dan
kehidupan, dan (e) Konselor sejati dan utama adalah mereka yang dalam proses
konseling selalu di bawah bimbingan atau pimpinan Allah dan Al-Qur’an.
Konseling
islami sebagai sebagai proses membantu individu agar berkembang, memiliki
beberapa prinsip yang penting. Ada beberapa prinsip penting dalam Konseling
Islami (Willis, 2004) yaitu; (a) Memberikan
kabar gembira dan kegairahan hidup, (b) Melihat klien sebagai hamba Allah, (c)
Menghargai klien tanpa syarat, (d) Dialog islami yang menyentuh, dan (e)
Keteladanan pribadi konselor.
Menurut
kutipan di atas, saya simpulkan bahwa dalam konseling islami ada beberapa hal
yang harus diperhatikan. Sebaiknya konselor tidak mengungkapkan kelemahan atau
kesalahan konseli tetapi menciptakan suatu kondisi yang membuat konseli menjadi
nyaman, konselor harus melihat konseli sebagai subjek yang berkembang dan
memperlakukan konseli sebagaimana nilai moral-religius yang berlaku, serta
menghargai konseli yang merupakan sesama makhluk ciptaan Allah.
Santri
Santri
menurut kamus bahasa Indonesia adalah orang yang mendalami agama. Pengertian
serupa diungkapkan oleh Soegarda
Poerbakawtja, yang menyebutkan kata santri sebagai orang yang belajar
agama Islam, sehingga demikian makna pesantren sebagai tempat berkumpul untuk
mendalami agama Islam. (Saiful Akhyar
Lubis, 2007:163).
Selanjutnya,
santri ditanamkan karakter-karakter sebagai berikut; (a) Cinta tanah air, (b)
Kasih sayang, (c) Cinta damai, (d) Toleransi, (e) Kesetaraan, (f) Musyawarah,
(g) Kerja sama, (h) Kepedulian, (i) Tanggung jawab, (j) Penghargaan, (k)
Kemandirian, (l) Kesungguhan, (m) Kejujuran, (n) Rendah hati, dan (o) Kesabaran.
Cinta
tanah air ini merupakan cerminan dari para nabi dan Rasul dimana mereka lebih
mencintai tanah air daripada diri mereka sendiri. Di dalam pesantren sendiri
menekankan pada ukuwwâh wathanîyyah yang berarti cinta tanah air. Kemudian kasih sayang, dalam kalimat
basmalah yang berarti “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang” menunjukkan bahwa Allah menyayangi hamba-Nya baik yang
beriman maupun tidak, maka dari itu santri sebagai hamba-Nya harus saling
menyayangi. Selanjutnya cinta damai, yakni para santri harus cinta damai supaya
terjalin keharmonisan tanpa ada perselisihan. Toleransi, tentunya di dalam
Islam kita mengetahui bahwa tidak ada paksaan untuk menganut agama Islam jadi
para santri diajarkan untuk saling menghargai. Kemudian kesetaraan, hal ini
sudah umum bagi kita yakni semua manusia adalah sama kedudukannya sehingga para
santri diajarkan untuk tidak sombong karena setiap orang memiliki kelemahan dan
kelebihan masing-masing. Musyawarah, pesantren mengajarkan segala sesuatunya disepakati
dengan musyawarah atau menyelesaikan segala sesuatu secara bersama-sama. Kerja
sama, santri diajarkan untuk bekerja sama dalam hal kebaikan bukan untuk
berbuat dosa. Kemandirian, seperti yang kita ketahui bahwa selama di pesantren
maka santri melakukan segala sesuatunya sendiri sehingga mereka belajar untuk
mandiri atau tidak tergantung pada orang lain. Kesungguhan, dalam menuntut ilmu
agama maka harus ada kesungguhan supaya diberi kemudahan oleh Allah. Kejujuran,
setiap orang harus berlaku jujur maka itu pula yang ditanamkan pada santri.
Rendah hati, meski belajar ilmu agama setiap hari para santri akan selalu
menganggap ilmunya masih rendah karena mereka dibekali karakter rendah hati.
Terakhir, kesabaran, inilah yang menjadi pondasi terbangunnya iman para santri
karena menyadari betapa panjang proses untuk mengkaji ilmu agama.
Dalam
bermasyarakat, tentunya terdapat aturan-aturan yang berlaku di dalamnya. Begitu
pula ketika berada di dalam pesantren, santri harus mengikuti aturan-aturan di
dalam pesantren. Selain itu, santri harus membina hubungan baik antar santri
sesuai ajaran Al-Qur’an dimana manusia dituntut untuk saling menghargai dan
menghormati.
Secara
sosiologis, pesantren dikategorikan sebagai subkultur dalam masyarakat karena
ciri-cirinya yang unik, seperti adanya cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti secara
hierarki kekuasaan tersendiri yang ditaati sepenuhnya. (Abdurrahman Wahid,
2001:135).
Dari
pemaparan di atas, disimpulkan bahwa pesantren mempunyai pola kehidupan yang
dapat dikatakan unik karena berbeda dengan pola kehidupan masyarakat pada
umumnya. Di dalam pesantren, terbentuk suatu nilai-nilai keislaman yang
melandasi para santri dalam membuat suatu keputusan.
Hal ini
diperlihatkan dari dua fungsi utama yang dimiliki pesantren, yakni sebagai
lembaga pendidikan yang meniscayakan sebuah sistem pendidikan dan pola
belajar-mengajar yang khas ala
pesantren. Di samping itu, pesantren berfungsi sebagai lembaga dakwah, yang
senantiasa melakukan internalisasi nilai-nilai Islam di tengah masyarakat
pesantren sendiri dan masyarakat umum. (Martin, 1995:17).
Dari
penjelasan mengenai fungsi utama pesantren, dapat disimpulkan bahwa pesantren
memiliki kelebihan, yakni berbeda dengan pola kehidupan masyarakat umum.
Seperti yang telah dijelaskan, di dalam pesantren terdapat sebuah sistem
pendidikan yang khas yaitu pola belajar-mengajar. Santri yang sudah khatam atau
sudah menyelesaikan pendidikannya di pesantren tidak langsung keluar dari
pesantren begitu saja tetapi mengabdikan diri sebagai guru. Tentunya hal ini
merupakan sesuatu yang unik. Jadi, santri akan belajar sungguh-sungguh karena
dia menyadari dirinya akan menjadi guru suatu saat nanti.
Potret
penting lainnya, pesantren memiliki nilai-nilai yang perlu diapresiasi. Salah
satunya yaitu mengenai kemandirian. Di dalam pesantren para santri dituntut
untuk hidup mandiri sehingga terlahir kedisiplinan. Yang perlu diapresiasi
lagi, pesantren khas dengan gotong royong. Tentunya ini sangat cocok dengan
tradisi masyarakat di Indonesia dimana selalu menjunjung tinggi adanya gotong
royong. Ada pula nilai yang paling utama, yakni nilai keagamaan seperti al-ukhuwwah (persaudaraan), al-ikhlâs
(ikhlas), al-ta’âwun (tolong menolong), thalab
al-‘ilm (menuntut ilmu), al-ittihâd (persatuan), al-jihâd (perjuangan, al-thâ’ah (patuh kepada Allah, Rasul, ulama, kyai sebagai pewaris Nabi, dan
kepada mereka yang diakui sebbagai pemimpin).
Yang
perlu ditekankan, nilai-nilai keagamaan tersebut lahir melalui proses yang
panjang dan harus melalui beberapa tahapan. Proses inilah yang menentukan
seorang santri berhasil dalam pendidikannya atau tidak.
Rasa Persaudaraan Antar Santri
Persaudaraan
adalah hal yang selalu ditekankan dalam agama Islam. Banyak anjuran untuk
mempererat tali persaudaraan dan banyak pula larangan untuk memutuskan tali
persaudaraan. Di dalam lingkup santri sendiri tentunya perlu ditekankan adanya
rasa persaudaraan supaya mereka saling memahami, saling melengkapi, saling
tolonng menolong dan saling memperhatikan. Rasa persaudaraan ini juga sebagai
bentuk kekuatan Islam. Jadi, rasa persaudaraan ini perlu ditekankan untuk
saling melengkapi dan saling menguatkan antar santri. Dengan rasa persaudaraan
ini, kekurangan yang dimiliki santri bukan menjadi suatu hal yang menghambat melainkan
menjadi sesuatu yang dapat menggugah hati santri lain untuk melindungi dan
menguatkan. Rasa persaudaraan ini membuat santri menjadi satu kesatuan.
Ibaratnya, jika salah satu anggota badan mengalami sakit maka yang lain akan
merasakan pula. Maka dari itu, rasa persaudaraan ini membentuk kekuatan Islam
yang sesungguhnya.
Menumbuhkan Rasa Persaudaraan Antar Santri Melalui Konseling Islami
Pesantren
adalah tempat dimana orang-orang berkumpul untuk mendalami ilmu agama, mereka
disebut sebagai santri. Tidak semua santri berasal dari latar belakang atau
daerah yang sama sehingga perlu suatu penyesuaian. Akan tetapi, tidak semua
proses sosialisasi dapat dilakukan santri dengan baik karena perbedaan latar
belakang tersebut.
Seperti
yang kita tahu, mendalami ilmu agama di
dalam pesantren membutuhkan waktu yang cukup lama. Jika sosialisasi tidak
berjalan dengan baik, santri pun akan merasa asing meskipun sudah cukup lama
berada di dalam pesantren. Untuk itu, rasa persaudaraan perlu ditumbuhkan
supaya santri dapat mengakrabkan diri.
Di dalam
konseling islami ini, konselor memiliki tanggung jawab untuk menciptakan
kesadaran dalam diri santri mengenai rasa persaudaraan supaya santri dapat
lebih memahami posisi dirinya di dalam pesantren. Maka dari itu, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan oleh konselor, yakni; (a) Menanamkan nilai-nilai
agama islam di dalam proses konseling kaitannya dengan pentingnya menumbuhkan
rasa persaudaraan antar santri, (b) Menyadarkan konseli atau santri akan
pentingnya membina hubungan yang baik, (c) Menyadarkan pentingnya memiliki rasa
persaudaraan seperti ajaran Al-Qur’an, (d) Membuat santri meningkatkan iman dan
taqwa.
Langkah-langkah
dari konseling islami untuk menumbuhkan rasa persaudaraan antar santri sama
seperti konseling pada umumnya. Hanya saja, konseling islami lebih menekankan
pada ajaran-ajaran Al-Qur’an. Selain itu, dalam proses konseling tersebut perlu
ditanamkan akhlak, adab, moral dan nilai. Akhlak, adab, moral dan nilai inilah
yang menjadi pedoman para santri untuk tetap berada di kebaikan.
Akhlak
adalah bangunan jiwa yang bersumber darinya perilaku spontan tanpa didahului
pemikiran, berupa perilaku yang baik (akhlak yang baik) ataupun perilaku buruk
(akhlak yang tercela). (Al-Syarif Ali, 1988:101).
Jadi,
munculnya perilaku manusia itu didorong dari dalam jiwanya. Apabila santri memiliki akal pikiran yang jernih, maka
perilkau yang muncul adalah perilaku baik. Sebaliknya, jika egonya lebih
mendominasi maka perilaku yang muncul adalah perilaku tercela. Dengan kata
lain, akhlak juga dapat dikatakan sebagai etika. Sedangkan adab lebih mengarah
kepada pembelajaran atau pendidikan.
Kemudian
moral dan nilai, yaitu digunakan untuk mengajarkan etika. Moral ini memiliki
kecenderungan dalam penyampaian kebenaran atau kesalahan. Dalam kehidupan
sehari-hari kita mengenal moral, begitupun di lingkup pesantren dimana moral
dan nilai juga ditegakkan supaya pendidikan di pesantren bermakna tinggi.
Tujuannya
yaitu konseli atau santri dapat sebagai berikut; (a) Memiliki kemampuan
intelektual untuk membina hubungan baik dengan setiap orang dengan sewajarnya
sesuai dengan ajaran Islam, (b) Mampu mengelola diri sendiri supaya tidak
terjadi penyimpangan dari ajaran Islam, (c) Mengamalkan kaidah-kaidah ajaran
agama Islam dengan baik, (d) Berkembang secara optimal sebagai makhluk Allah
yang sekarang hidup di dunia dan kelak berada di akhirat.
Dari
penjelasan tersebut, konseling islami memiliki fungsi preventif yakni dapat mencegah
supaya santri tidak mengambil sikap yang salah saat berinteraksi dengan banyak
orang. Jika telah terjadi suatu masalah, maka fungsi dari konseling islami
adalah fungsi kuratif atau mengentaskan permasalahan tersebut atau dengan kata
lain mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kemudian, konseling islami
berfungsi sebagai preservatif yaitu mengembalikan keadaan menjadi seperti
semula atau menjadi baik kembali. Dengan demikian, santri dituntut untuk dapat
menumbuhkan rasa persaudaraan antar sesama santri baik ketika di dalam
pesantren maupun di luar pesantren. Hal ini dimaksudkan supaya ketika santri
memiliki hambatan selama mendalami ilmu agama Islam, santri lainnya akan
membantu karena rasa persaudaraan yang ditumbuhkan tersebut.
C.
Kesimpulan
Pembinaan
hubungan merupakan sesuatu yang penting bagi kaum santri untuk mencapai rasa
persaudaraan antar santri. Maka dari itu, konseling islami perlu diadakan di
lingkup pesantren untuk menyadarkan santri akan pentingnya rasa persaudaraan
sesuai dengan ajaran Islam dan memilih pergaulan yang tepat. Sebab, tidak
selamanya santri berada di lingkup pesantren, akan ada waktu tertentu dimana
santri berada di luar pesantren dan mengenal lebih banyak lagi masyarakat.
Dengan
menumbuhkan rasa persaudaraan, para santri menyadari akan posisi dirinya di
dalam pesantren. Misalnya, saat terjadi hambatan dari salah satu santri maka yang
lainnya akan turut membantu.
Fungsi
dari konseling islami dalam hal ini sendiri antara lain; (a) Preventif, yakni
mencegah santri mengambil sikap yang
salah atau kurang tepat pada saat memulai berinteraksi dengan orang-orang, (b)
Kuratif, yakni pengentasan masalah. Jika santri terlanjur berada di dalam keadaan
dimana dia salah menjalin hubungan maka diperlukan adanya suatu pengentasan,
(c) Preservatif, yakni mengembalikan keadaan seperti sedia kala.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1994. Teori-Teori Counseling: Umum dan Agama.
Jakarta: PT.Golden Terayon Press
Bruinessen, Martin V. 1995. Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat.
Bandung: Mizan
Diponegoro, Ahmad M. 2011. Koseling Islami: Panduan Lengkap Menjadi
Muslim yang Bahagia. Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta
Gulo, Dali. 1982. Kamus Psychology. Bandung: Tonis
Octavia, Lanny. 2014. Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi
Pesantren. Jakarta: Rumah Kitab
Sutoyo, Anwar. 2007. Bimbingan Konseling Islami. Semarang: CV
Cipta Prima Nusantara
Wahid, Abdurrahman. 2001. Pergulatan Agama, Negara dan Kebudayaan.
Jakarta: Desantara
0 komentar:
Posting Komentar