Kamis, 13 April 2017

Menumbuhkan Rasa Persaudaraan Antar Santri Melalui Konseling Islami

Menumbuhkan Rasa Persaudaraan Antar Santri Melalui Konseling Islami
Fanni Salma U.F
Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muria Kudus
e-mail: fannysalmaa@yahoo.co.id


Abstract
Islamic counseling is the efforts of the help from counselor to conseli with pleasure to improve their faith in achieving the completion of the problems faced by conseli. Santri is someone who studied theology in deeper in islamic boarding  school. They come from a variety of different regions. So, needs to be fostered a sense of brotherhood.
Islamic counseling really have a role for santri in the scope of the islamic boarding school. In the case the counseling of islamic works to help build santri  in achieving the information so as to foster a sense of brotherhood of santri in accordance with recommendation of the region of Islam. Furthermore, islamic counseling also make santri understand the attitude what they do to strengthen the brotherhood. The brotherhood will grow and they will get ridho of Allah.
Keyword: Islamic Counseling, Santri, Sense of Brotherhood

Abstrak
Konseling Islami adalah upaya pemberian bantuan dari konselor kepada konseli secara ikhlas untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dalam mencapai penyelesaian masalah yang sedang dihadapi konseli. Santri adalah seseorang yang mempelajari ilmu agama secara lebih dalam di pesantren. Santri-santri tersebut berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda. Untuk itu, perlu ditumbuhkan rasa persaudaraan.
Konseling islami sangat memiliki peran untuk para  santri di lingkup pesantren. Dalam hal ini konseling islami membantu membina santri dalam mencapai sosialisasi sehingga menumbuhkan rasa persaudaraan antar santri sesuai dengan anjuran agama Islam. Selain itu, konseling islami juga membuat para santri paham sikap seperti apa yang seharusnya mereka lakukan untuk mempererat tali persaudaraan. Rasa persaudaraan itu akan tumbuh dan tentunya akan mendapat ridho Allah Yang Maha Kuasa.
Kata kunci: Konseling Islami, Santri, Rasa Persaudaraan



A.   Pendahuluan
Setiap orang memiliki suatu masalah, baik itu karena faktor internal maupun eksternal. Masalah yang muncul tentunya berbeda-beda. Bagi remaja, masalah berfungsi sebagai suatu bentuk penjajakan menuju kedewasaan. Akan tetapi, tidak semua remaja dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Selain itu, terdapat faktor lingkungan yang menjadikan masalah yang dihadapi berbeda.
Salah satu contoh lingkungan adalah pondok pesantren dimana pondok pesantren merupakan  sesuatu yang tak terpisahkan dari umat Islam di Indonesia sejak zaman dahulu. Sama halnya dengan sekolah pada umumnya, pondok pesantren bertumpu pada konsep-konsep pendidikan, seperti tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan tazkiyah. Banyak hal positif yang dibubuhkan dalam pendidikan di pondok pesantren dan tentunya semua berlandaskan dari nilai-nilai islami.
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan para santri memiliki problem atau masalah yang tidak dapat mereka selesaikan, khususnya bagi santri yang masih remaja. Seperti yang telah kita ketahui, pada masa remaja terjadi suatu proses pencarian jati diri dimana remaja seringkali kebingungan dalam menghadapi problem yang dialaminya. Itu pula yang terjadi di lingkup pesantren dan menjadi kepedulian bersama. Hal ini dimaksudkan supaya santri dapat membina hubungan yang baik sehingga tumbuh suatu rasa persaudaraan antar santri meskipun berasal dari berbagai daerah yang berbeda.
Selain itu, pemahaman mengenai cara membina hubungan atau bersosialisasi ini sangat dibutuhkan oleh santri. Mengingat santri lebih banyak berada di lingkup pesantren, mereka  perlu menumbuhkan solidaritas antar santri supaya tidak terjadi konflik. Dengan
adanya solidaritas tersebut, konflik antar santri setidaknya dapat diminimalisir.
Untuk itu, konseling islami berperan sebagai pengentasan masalah bagi para santri. Konseling islami ini merupakan layanan konseling yang dilakukan konselor kepada klien untuk mengentaskan suatu permasalahan dengan menjunjung ajaran-ajaran agama islam. Pembinaan dalam bersosialisasi melalui konseling islami bermaksud untuk mempersiapkan diri atas kemungkinan konflik yang akan terjadi karena latar belakang santri yang beraneka-ragam.
B.   Pembahasan
Konseling Islami
Menurut Williamson, conseling diartikan sebagai suatu proses personalisasi dan individualisasi untuk membantu seseorang dalam mempelajari mata pelajaran di sekolah, ciri-ciri perilaku sebagai warganegara dan nilai-nilai pribadi dan sosial serta kebiasaan-kebiasaan dan semua kebiasaan lainnya, mempelajari keterampilan (skill), sikap, dan kepercayaan yang dapat membantu dirinya selaku makhluk yang dapat menyesuaikan diri secara  normal. (M. Arifin, 1994:95).
Jadi, konseling berfungsi sebagai sarana untuk membantu seseorang dalam kegiatan sekolah mengenai cara-cara berperilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang ada baik itu yang bersifat pribadi maupun sosial. Selain itu, konseling juga berfungsi untuk memberikan suatu pemahaman untuk mempelajari keterampilan, sikap, kepercayaan sehingga seseorang dapat menyesuaikan diri di lingkungannya.
Kemudian konseling juga menjadi salah satu upaya dalam mengatasi suatu konflik, hambatan, maupun kesulitan pada saat memenuhi kebutuhan, sekaligus sebagai upaya dalam meningkatkan kesehatan mental. Maka dari itu, konseling memiliki peran untuk membantu mengusahakan solusi dalam menghadapi persoalan-persoalan.
Terdapat berbagai macam konseling, salah satunya yaitu konseling islami. Secara umum Konseling Islami didefinisikan sebagai upaya proses bantuan yang diberikan secara ikhlas pada individu atau kelompok untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta untuk mengembangkan potensi kebahagiaan pribadi maupun kemaslahatan sosial. (Anwar Sutoyo, 2007:22).
Selanjutnya, ciri-ciri konseling islami yang sangat mendasar (Adz-Dzaky, 2002) antara lain; (a) Berparagdima kepada wahyu dan ketauladanan para Nabi, Rasul dan ahli warisnya, (b) Hukum konselor memberikan konseling kepada klien/konseli dan klien/konseli yang meminta bimbingan kepada konselor adalah wajib dan suatu keharusan bahkan merupakan ibadah, (c) Konselor yang menyimpang dari wahyu dapat berakibat fatal bagi dirinya sendiri maupun konseli/klien dan Allah menghukumi mereka sebagai orang yang mendustakan agama, melanggar agama dengan sengaja dan terang-terangan, menganggap enteng dan mengabaikan agama, (d) Sistem konseling islam dimulai dengan pengarahan kepada kesadaran nurani dengan membacakan ayat-ayat Allah setelah itu baru melakukan oproses terapi dengan membersihkan dan mensucikan sebab-sebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan, kemudian setelah tampak cahaya  kesucian dalam dada (qalb), akal fikiran dan kejiwaan, baru proses pembimbingan dilakukan dengan mengajarkan pesan-pesan Al-Qur’an dalam mengantarkan individu kepada perbaikan-perbaikan diri secara esensial dan diiringi dengan Al-Hikmah, yaitu rahasia-rahasia dibalik segala peristiwa yang terjadi di dalam hidup dan kehidupan, dan (e) Konselor sejati dan utama adalah mereka yang dalam proses konseling selalu di bawah bimbingan atau pimpinan Allah dan Al-Qur’an.
Konseling islami sebagai sebagai proses membantu individu agar berkembang, memiliki beberapa prinsip yang penting. Ada beberapa prinsip penting dalam Konseling Islami (Willis, 2004)  yaitu; (a) Memberikan kabar gembira dan kegairahan hidup, (b) Melihat klien sebagai hamba Allah, (c) Menghargai klien tanpa syarat, (d) Dialog islami yang menyentuh, dan (e) Keteladanan pribadi konselor.
Menurut kutipan di atas, saya simpulkan bahwa dalam konseling islami ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Sebaiknya konselor tidak mengungkapkan kelemahan atau kesalahan konseli tetapi menciptakan suatu kondisi yang membuat konseli menjadi nyaman, konselor harus melihat konseli sebagai subjek yang berkembang dan memperlakukan konseli sebagaimana nilai moral-religius yang berlaku, serta menghargai konseli yang merupakan sesama makhluk ciptaan Allah.
Santri
Santri menurut kamus bahasa Indonesia adalah orang yang mendalami agama. Pengertian serupa diungkapkan oleh Soegarda  Poerbakawtja, yang menyebutkan kata santri sebagai orang yang belajar agama Islam, sehingga demikian makna pesantren sebagai tempat berkumpul untuk mendalami agama Islam.  (Saiful Akhyar Lubis, 2007:163).
Selanjutnya, santri ditanamkan karakter-karakter sebagai berikut; (a) Cinta tanah air, (b) Kasih sayang, (c) Cinta damai, (d) Toleransi, (e) Kesetaraan, (f) Musyawarah, (g) Kerja sama, (h) Kepedulian, (i) Tanggung jawab, (j) Penghargaan, (k) Kemandirian, (l) Kesungguhan, (m) Kejujuran, (n) Rendah hati, dan (o) Kesabaran.
Cinta tanah air ini merupakan cerminan dari para nabi dan Rasul dimana mereka lebih mencintai tanah air daripada diri mereka sendiri. Di dalam pesantren sendiri menekankan pada ukuwwâh wathanîyyah yang berarti cinta tanah air. Kemudian kasih sayang, dalam kalimat basmalah yang berarti  “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” menunjukkan bahwa Allah menyayangi hamba-Nya baik yang beriman maupun tidak, maka dari itu santri sebagai hamba-Nya harus saling menyayangi. Selanjutnya cinta damai, yakni para santri harus cinta damai supaya terjalin keharmonisan tanpa ada perselisihan. Toleransi, tentunya di dalam Islam kita mengetahui bahwa tidak ada paksaan untuk menganut agama Islam jadi para santri diajarkan untuk saling menghargai. Kemudian kesetaraan, hal ini sudah umum bagi kita yakni semua manusia adalah sama kedudukannya sehingga para santri diajarkan untuk tidak sombong karena setiap orang memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Musyawarah, pesantren mengajarkan segala sesuatunya disepakati dengan musyawarah atau menyelesaikan segala sesuatu secara bersama-sama. Kerja sama, santri diajarkan untuk bekerja sama dalam hal kebaikan bukan untuk berbuat dosa. Kemandirian, seperti yang kita ketahui bahwa selama di pesantren maka santri melakukan segala sesuatunya sendiri sehingga mereka belajar untuk mandiri atau tidak tergantung pada orang lain. Kesungguhan, dalam menuntut ilmu agama maka harus ada kesungguhan supaya diberi kemudahan oleh Allah. Kejujuran, setiap orang harus berlaku jujur maka itu pula yang ditanamkan pada santri. Rendah hati, meski belajar ilmu agama setiap hari para santri akan selalu menganggap ilmunya masih rendah karena mereka dibekali karakter rendah hati. Terakhir, kesabaran, inilah yang menjadi pondasi terbangunnya iman para santri karena menyadari betapa panjang proses untuk mengkaji ilmu agama.
Dalam bermasyarakat, tentunya terdapat aturan-aturan yang berlaku di dalamnya. Begitu pula ketika berada di dalam pesantren, santri harus mengikuti aturan-aturan di dalam pesantren. Selain itu, santri harus membina hubungan baik antar santri sesuai ajaran Al-Qur’an dimana manusia dituntut untuk saling menghargai dan menghormati.
Secara sosiologis, pesantren dikategorikan sebagai subkultur dalam masyarakat karena ciri-cirinya yang unik, seperti adanya cara hidup yang dianut, pandangan  hidup dan tata nilai yang diikuti secara hierarki kekuasaan tersendiri yang ditaati sepenuhnya. (Abdurrahman Wahid, 2001:135).
Dari pemaparan di atas, disimpulkan bahwa pesantren mempunyai pola kehidupan yang dapat dikatakan unik karena berbeda dengan pola kehidupan masyarakat pada umumnya. Di dalam pesantren, terbentuk suatu nilai-nilai keislaman yang melandasi para santri dalam membuat suatu keputusan.
Hal ini diperlihatkan dari dua fungsi utama yang dimiliki pesantren, yakni sebagai lembaga pendidikan yang meniscayakan sebuah sistem pendidikan dan pola belajar-mengajar yang khas ala pesantren. Di samping itu, pesantren berfungsi sebagai lembaga dakwah, yang senantiasa melakukan internalisasi nilai-nilai Islam di tengah masyarakat pesantren sendiri dan masyarakat umum. (Martin, 1995:17).
Dari penjelasan mengenai fungsi utama pesantren, dapat disimpulkan bahwa pesantren memiliki kelebihan, yakni berbeda dengan pola kehidupan masyarakat umum. Seperti yang telah dijelaskan, di dalam pesantren terdapat sebuah sistem pendidikan yang khas yaitu pola belajar-mengajar. Santri yang sudah khatam atau sudah menyelesaikan pendidikannya di pesantren tidak langsung keluar dari pesantren begitu saja tetapi mengabdikan diri sebagai guru. Tentunya hal ini merupakan sesuatu yang unik. Jadi, santri akan belajar sungguh-sungguh karena dia menyadari dirinya akan menjadi guru suatu saat nanti.
Potret penting lainnya, pesantren memiliki nilai-nilai yang perlu diapresiasi. Salah satunya yaitu mengenai kemandirian. Di dalam pesantren para santri dituntut untuk hidup mandiri sehingga terlahir kedisiplinan. Yang perlu diapresiasi lagi, pesantren khas dengan gotong royong. Tentunya ini sangat cocok dengan tradisi masyarakat di Indonesia dimana selalu menjunjung tinggi adanya gotong royong. Ada pula nilai yang paling utama, yakni nilai keagamaan seperti al-ukhuwwah (persaudaraan), al-ikhlâs (ikhlas), al-ta’âwun (tolong menolong), thalab al-‘ilm (menuntut ilmu), al-ittihâd (persatuan), al-jihâd (perjuangan, al-thâ’ah (patuh kepada Allah, Rasul, ulama, kyai sebagai pewaris Nabi, dan kepada mereka yang diakui sebbagai pemimpin).
Yang perlu ditekankan, nilai-nilai keagamaan tersebut lahir melalui proses yang panjang dan harus melalui beberapa tahapan. Proses inilah yang menentukan seorang santri berhasil dalam pendidikannya atau tidak.
Rasa Persaudaraan Antar Santri
Persaudaraan adalah hal yang selalu ditekankan dalam agama Islam. Banyak anjuran untuk mempererat tali persaudaraan dan banyak pula larangan untuk memutuskan tali persaudaraan. Di dalam lingkup santri sendiri tentunya perlu ditekankan adanya rasa persaudaraan supaya mereka saling memahami, saling melengkapi, saling tolonng menolong dan saling memperhatikan. Rasa persaudaraan ini juga sebagai bentuk kekuatan Islam. Jadi, rasa persaudaraan ini perlu ditekankan untuk saling melengkapi dan saling menguatkan antar santri. Dengan rasa persaudaraan ini, kekurangan yang dimiliki santri bukan menjadi suatu hal yang menghambat melainkan menjadi sesuatu yang dapat menggugah hati santri lain untuk melindungi dan menguatkan. Rasa persaudaraan ini membuat santri menjadi satu kesatuan. Ibaratnya, jika salah satu anggota badan mengalami sakit maka yang lain akan merasakan pula. Maka dari itu, rasa persaudaraan ini membentuk kekuatan Islam yang sesungguhnya.
Menumbuhkan Rasa Persaudaraan Antar Santri Melalui Konseling Islami
Pesantren adalah tempat dimana orang-orang berkumpul untuk mendalami ilmu agama, mereka disebut sebagai santri. Tidak semua santri berasal dari latar belakang atau daerah yang sama sehingga perlu suatu penyesuaian. Akan tetapi, tidak semua proses sosialisasi dapat dilakukan santri dengan baik karena perbedaan latar belakang tersebut.
Seperti yang kita  tahu, mendalami ilmu agama di dalam pesantren membutuhkan waktu yang cukup lama. Jika sosialisasi tidak berjalan dengan baik, santri pun akan merasa asing meskipun sudah cukup lama berada di dalam pesantren. Untuk itu, rasa persaudaraan perlu ditumbuhkan supaya santri dapat mengakrabkan diri.
Di dalam konseling islami ini, konselor memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kesadaran dalam diri santri mengenai rasa persaudaraan supaya santri dapat lebih memahami posisi dirinya di dalam pesantren. Maka dari itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh konselor, yakni; (a) Menanamkan nilai-nilai agama islam di dalam proses konseling kaitannya dengan pentingnya menumbuhkan rasa persaudaraan antar santri, (b) Menyadarkan konseli atau santri akan pentingnya membina hubungan yang baik, (c) Menyadarkan pentingnya memiliki rasa persaudaraan seperti ajaran Al-Qur’an, (d) Membuat santri meningkatkan iman dan taqwa.
Langkah-langkah dari konseling islami untuk menumbuhkan rasa persaudaraan antar santri sama seperti konseling pada umumnya. Hanya saja, konseling islami lebih menekankan pada ajaran-ajaran Al-Qur’an. Selain itu, dalam proses konseling tersebut perlu ditanamkan akhlak, adab, moral dan nilai. Akhlak, adab, moral dan nilai inilah yang menjadi pedoman para santri untuk tetap berada di kebaikan.
Akhlak adalah bangunan jiwa yang bersumber darinya perilaku spontan tanpa didahului pemikiran, berupa perilaku yang baik (akhlak yang baik) ataupun perilaku buruk (akhlak yang tercela). (Al-Syarif Ali, 1988:101).
Jadi, munculnya perilaku manusia itu didorong dari dalam jiwanya. Apabila santri  memiliki akal pikiran yang jernih, maka perilkau yang muncul adalah perilaku baik. Sebaliknya, jika egonya lebih mendominasi maka perilaku yang muncul adalah perilaku tercela. Dengan kata lain, akhlak juga dapat dikatakan sebagai etika. Sedangkan adab lebih mengarah kepada pembelajaran atau pendidikan.
Kemudian moral dan nilai, yaitu digunakan untuk mengajarkan etika. Moral ini memiliki kecenderungan dalam penyampaian kebenaran atau kesalahan. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal moral, begitupun di lingkup pesantren dimana moral dan nilai juga ditegakkan supaya pendidikan di pesantren bermakna tinggi.
Tujuannya yaitu konseli atau santri dapat sebagai berikut; (a) Memiliki kemampuan intelektual untuk membina hubungan baik dengan setiap orang dengan sewajarnya sesuai dengan ajaran Islam, (b) Mampu mengelola diri sendiri supaya tidak terjadi penyimpangan dari ajaran Islam, (c) Mengamalkan kaidah-kaidah ajaran agama Islam dengan baik, (d) Berkembang secara optimal sebagai makhluk Allah yang sekarang hidup di dunia dan kelak berada di akhirat.
Dari penjelasan tersebut, konseling islami memiliki fungsi preventif yakni dapat mencegah supaya santri tidak mengambil sikap yang salah saat berinteraksi dengan banyak orang. Jika telah terjadi suatu masalah, maka fungsi dari konseling islami adalah fungsi kuratif atau mengentaskan permasalahan tersebut atau dengan kata lain mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kemudian, konseling islami berfungsi sebagai preservatif yaitu mengembalikan keadaan menjadi seperti semula atau menjadi baik kembali. Dengan demikian, santri dituntut untuk dapat menumbuhkan rasa persaudaraan antar sesama santri baik ketika di dalam pesantren maupun di luar pesantren. Hal ini dimaksudkan supaya ketika santri memiliki hambatan selama mendalami ilmu agama Islam, santri lainnya akan membantu karena rasa persaudaraan yang ditumbuhkan tersebut.
C.   Kesimpulan
Pembinaan hubungan merupakan sesuatu yang penting bagi kaum santri untuk mencapai rasa persaudaraan antar santri. Maka dari itu, konseling islami perlu diadakan di lingkup pesantren untuk menyadarkan santri akan pentingnya rasa persaudaraan sesuai dengan ajaran Islam dan memilih pergaulan yang tepat. Sebab, tidak selamanya santri berada di lingkup pesantren, akan ada waktu tertentu dimana santri berada di luar pesantren dan mengenal lebih banyak lagi masyarakat.
Dengan menumbuhkan rasa persaudaraan, para santri menyadari akan posisi dirinya di dalam pesantren. Misalnya, saat terjadi hambatan dari salah satu santri maka yang lainnya akan turut membantu.
Fungsi dari konseling islami dalam hal ini sendiri antara lain; (a) Preventif, yakni mencegah santri mengambil sikap  yang salah atau kurang tepat pada saat memulai berinteraksi dengan orang-orang, (b) Kuratif, yakni pengentasan masalah. Jika santri terlanjur berada di dalam keadaan dimana dia salah menjalin hubungan maka diperlukan adanya suatu pengentasan, (c) Preservatif, yakni mengembalikan keadaan seperti sedia kala.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1994. Teori-Teori Counseling: Umum dan Agama. Jakarta: PT.Golden Terayon Press
Bruinessen, Martin V. 1995. Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan
Diponegoro, Ahmad M. 2011. Koseling Islami: Panduan Lengkap Menjadi Muslim yang Bahagia. Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta
Gulo, Dali. 1982. Kamus Psychology. Bandung: Tonis
Octavia, Lanny. 2014. Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren. Jakarta: Rumah Kitab
Sutoyo, Anwar. 2007. Bimbingan Konseling Islami. Semarang: CV Cipta Prima Nusantara

Wahid, Abdurrahman. 2001. Pergulatan Agama, Negara dan Kebudayaan. Jakarta:  Desantara

0 komentar:

Posting Komentar