KONSELING HINDU-BUDDHA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia sebagai homo religious atau homo dipinans (makhluk ber-Tuhan yang
diciptakan dengan kelengkapan-kelengkapan dasar berupa bakat beragama dan bakat
berbakti kepada Maha Pencipta). Manusia dimanapun dia berada akan selalu
menghadapi masalah dan pada dasarnya manusia itu memerlukan bantuan untuk
mengatasi masalahnya. Banyak individu mempunyai masalah dan sulit untuk
dipecahkan atau diatasi sendiri, untuk itu perlu adanya usaha memberikan
pilihan jalan untuk pemecahannya dari kehidupan sehari-hari dan pengalamannya yang
dikenal dengan istilah konseling agama. Mengingat Indonesia adalah negara yang
khas dengan keaneragaman, maka agama yang ada di dalamnya pun juga beragam,
seperti agama Hindu dan Buddha. Berkaitan dengan hal tersebut, maka proses
konseling pun juga jadi berpengaruh. Untuk itu, perlu dikaji lebih dalam
mengenai konseling tri hita karana (hindu) dan konseling agama buddha secara
lebih spesifik.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu yang dimaksud dengan konseling?
2. Apa itu konseling tri hita karana (hindu)?
3. Apa tujuan dari konseling tri hita karana (hindu)?
4. Apa itu konseling agama buddha?
5. Apa tujuan dari konseling agama buddha?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konseling.
2. Untuk mengetahui konseling tri hita karana (hindu).
3. Untuk mengetahui tujuan konseling tri hita karana (hindu).
4. Untuk mengetahui konseling agama buddha.
5. Untuk mengetahui tujuan konseling agama buddha.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konseling
Konseling
merupakan terjemahan dari counseling, yaitu bagian dari bimbingan, baik sebagai
pelayananan maupun sebagai teknik. Pelayanan konseling merupakan jantung hati
dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of
guidance program) dan Ruth Strang menyatakan guidance is broader counseling is
a most important tool og guidance. (Ruth Strang, 1958). Jadi, konseling
merupakan inti dan alat yang paling penting dalam bimbingan.
Selanjutnya,
Rochman Natawidjaya (1987:32) mendefinisikannya bahwa konseling adalah satu
jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat
diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, dimana yang
seseorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu konseling) untuk
mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan
masalah-masaslah yang dihadapinnya pada waktu yang akan datang.
B.
Pengertian Konseling Tri Hita Karana (Hindu)
Konseling
Tri Hita Karana (Hindu) adalah proses pemberian bantuan dari konselor pada
konseli supaya konseli sadar akan eksistensinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan
sesuai dengan Tri Hita Karana, yakni mencapai kebahagiaan melalui 3 hal;
Hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam lingkungan, dan
hubungan manusia dengan manusia (sesama). Tentunya konseling tersebut
didasarkan pada ajaran-ajaran agama hindu atau tidak menyimpang dari agama
hindu.
Secara
leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri= tiga, Hita=
sejahtera, Karana= penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung
pengertian tiga penyebab kesejahteraan dan itu bersumber pada keharmonisan
hubungan antara: Manusia dengan Tuhannya, manusia dengan alam lingkungannya,
dan manusia dengan sesamanya.
Kata Tri
Hita Karana berasal dari bahasa Sanskerta, dimana kata Tri artinya tiga, Hita
artinya sejahtra atau bahagia dan Karana artinya sebab atau penyebab. Jadi Tri
Hita Karana artinya tiga hubungan yang harmonis yang menyebabkan kebahagiaan
bagi umat hindu. Untuk itu ketiga hal tersebut harus dijaga dan dilestarikan
agar dapat mencapai hubungan yang harmonis. Sebagaimana dimuat dalam ajaran
agama hindu bahwa “kebahagiaan dan kesejahtraan” adalah tujuan yang ingin
dicapai dalam hidup manusia, baik kebahagiaan atau kesejahtraan pisik atau
lahir yang disebut “Jagadhita” maupun kebahagiaan rohani dan batiniah yang
disebut ”Moksa”.
Untuk
bisa mencapai kebahagiaan yang dimaksud, umat hindu perlu mengusahakan hubungan
yang harmonis (saling menguntungkan) dengan ketiga hal tersebut diatas. Karena
melalui hubungan yang harmonis terhadap ketiga hal tersebut diatas, akan
tercipta kebahagiaan dalam hidup setiap umat manussia. Oleh sebab itu dapat
dikatakan hubungan harmonis dengan ketiga hal tersebut diatas adalah suatu yang
harus dijalin dalam hidup setiap umat manusia. Jika tidak, manusia akan semakin
jauh dari tujuan yang dicita-citakan atau sebaliknya ia akan menemukan
kesengsaraan.
C.
Konsep Dasar Tri Hita Karana
1.
Hubungan Manusia dengan Tuhan
Manusia
adalah ciptaan Tuhan, sedangkan Atman yang ada dalam diri manusia merupakan
percikan sinar suci kebesaran Tuhan yang menyebabkan manusia dapat hidup.
Dilihat dari segi ini sesungguhnya manusia itu berhutang nyawa terhadap Tuhan.
Oleh karena itu setiap manusia wajib berterima kasih, berbhakti dan selalu
sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rasa terima kasih dan sujud bhakti itu dapat
dinyatakan dalam bentuk puja dan puji terhadap kebesaran Nya, yaitu :
a. Dengan beribadah dan melaksanakan perintahnya.
b. Dengan melaksanakan Tirtha Yatra atau Dharma Yatra, yaitu kunjungan
ketempat-tempat suci.
c. Dengan melaksanakan Yoga Samadhi.
d. Dengan mempelajari, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama.
2.
Hubungan Manusia dengan Alam Lingkungannya
Seperti
kita ketahui bersama bahwa lingkungan merupakan sumber penghidupan manusia.
Dalam kontek ini umat hindu sangat erat sekali hubungannya dengan alam semesta,
semua kebutuhan hidup yang diperlukan oleh umat hindu bersumber dari alam
semesta dan merupakan ciptan Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam ajaran
Tatt Twam Asi dijelaskan “kamu adalah aku” yang artinya adalah kita semua yang
ada dialam semesta ini sama-sama merupakan ciptaan-Nya.
Perlu
kita sadari umat manusia tidak bisa hidup tanpa alam semesta (lingkungan),
dalam kitab suci Weda dijelaskan segala kebutuhan hidup umat manusia hampir semuanya
berasal dari alam semesta.
3.
Hubungan Manusia dengan Manusia
Ketika
manusia satu dan yang lainnya dalam keadaan tidak menyatu atau berbeda-beda
seperti ada perbedaan, dari kaya dan miskin, baik dan buruk,dan hal-hal yang
membuat kita tidak sependapat. Seperti adanya catur warna. Di dalam catur warna seolah-olah umat hindu
memiliki perbedaan-perbedaan yang bisa memisahkan hubungan antara sesama. Menyadari
hal demikian umat hindu harus selalu menjalin hubungan dengan sesama manusia,
hubungan yang dimaksud dalam hal ini adalah hubungan yang baik atau saling
menghormati dan saling membantu. Sebab hanya hubungan yang demikian dapat
memberi arti kepada hidup manusia. Jadi, untuk dapat memetik hikmah dari
kehidupan bersama tersebut seseorang mesti tetap berpegangan kepada ajaran
dharma, yang pada intinya mengharapkan agar dalam kehidupan di muka bumi ini
seseorang mesti selalu mengukur dari diri sendiri. Setiap akan melangkah,
seseorang diharapkan bertanya pada dirinya sendiri, apakah yang dia lakukan tersebut
jika ditujukan kepada dirinya sendiri akan menyebabkan atau memberi akibat baik
atau buruk. Itulah rahasia sederhana yang diajarkan dalam menempuh hidup
bersama untuk memperoleh kesuksesan. Apabila semua itu direalisasika
dalamkehidupan sehari-hari, maka tentunya tidak akan ada kesulitan dalam hidup
manusia untuk mewujudkan tujuannya.
D.
Tujuan Konseling Tri Hita Karana (Hindu)
Adapun
tujuan pelaksaan konseling Tri Hita Karana adalah sebagai berikut:
1. Supaya konseli dapat berkembang secara optimal sesuai dengan ajaran
Tri Hita Karana. Seperti yang telah diketahui, Tri Hita Karana dalam ajaran
hindu mengajarkan sebuah kesejahteraan harus dicapai manusia melalui 3 hal,
yakni hubungan manusia dengan Tuhan, lingkungan dan sesama.
2. Membantu penyelesaian masalah yang sedang dihadapi atas petunjuk
agama hindu. Jadi, konseling yang dilaksanakan berlandaskan petunjuk-petunjuk
dari agama hindu yang tentunya mengajarkan kebaikan.
3. Menanamkan kebesaran hati pada konseli supaya hubungannya dengan
Tuhan, lingkungan dan sesama berjalan harmonis.
E.
Pengertian Konseling Agama Buddha
Konseling
agama buddha ialah suatu proses pemberian bantuan dari konselor terhadap
masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh konseli dengan berlandaskan
ajaran-ajaran agama buddha atau buddhisme.
Agama
Buddha mempunyai peranan besar dalam membentuk perilaku anak didik. Dikatakan
bahwa agama Buddha adalah sains mengenai pikiran. Buddha, jauh sebelum Aquinas
atau Heisenberg, menekankan keunggulan pikiran dalam persepsi dan bahkan dalam
"penciptaan" realitas. Salah satu konsep sentral dalam Buddhisme
adalah gagasan tentang "segala sesuatu diciptakan dari pikiran".
Buddha menggunakan filosofi bahwa dalam kehidupan (1) adanya permasalahan
(dukkha), (2) sebab masalah (dukkha samudaya), (3) penyelesaian masalah (dukkha
nirodha), (4) jalan atau cara menyelesaikan masalah (dukkha nirodha
gaminipataipada). Proses pemahaman bertahap merupakan proses menemukan secara
langsung permasalahan-permasalahan yang disadari maupun tidak disadari dalam
kontek konseling berarti proses identifikasi menemukan sebab masalah, dan cara
atau perlakuan untuk menyelesaikan masalah pada akhirnya adalah untuk
menyempurnakan tujuan pencerahan sempurna.
Buddhisme
menjelaskan bahwa setiap pengalaman merupakan suara batin yang selalu ada, yang
menginterprestasikan apa yang diprestasikan bagaimana keputusan yang diambil
atas aksi-aksinya dan dapat memberikan keyakinan pada individu tentang keadaan
dirinya sendiri.
“Kesadaran
mata muncul tergantung pada mata dan wujud” kebersamaan dari tiga hal inilah
kontak-kontak sebagi sebab maka muncul apa yang dirasakan sebagai menyenangkan,
menyakitkan, atau bukan menyenangkan atau tidak bukan menyenangkan. Bila ia
disentuh perasaan tidak tidak menyenangkan maka ia menderita, sedih, meratap,
memukul dada, menangis dan menjadi putus asa........(M.III.XV:148).
Berdasarkan pengalaman ini menimbulkan adanya
ketidakpuasan penderitaan dan ketidakmampuan. Hal ini disebut gangguan
jiwa/dukkha. Buddhisme mengklaim bukan
hanya dapat meringankan dukkha tetapi menyembuhkan secara total. Hal ini
mencegah seeorang untuk sakit atau mengalami penyakit jiwa.
“Ia
memiliki pengetahuan langsung: ini adalah penderitaan/dukkha, asal mula dukkha,
penghentian dukkha, jalan menuju lenyapnya dukkha.......ketika ia mengetahui dan
melihat demikian, pikiran terbebas dari noda nafsu indria, kelahiran telah
dilenyapkan, penghidupan suci telah telah dijalani, apa yang harus dikerjakan
telah dilaksanakan, tidak ada kelahiran berikut
(M.III.XIII:125).
F.
Tujuan Konseling Agama Buddha
Adapun
tujuan dari konseling agama buddha adalah sebagai berikut:
1. Membantu individu atau konseli mengambil keputusan yang tepat atas
permasalahan yang sedang dihadapinya.
2. Memberikan pengetahuan atau kesadaran bagi individu atau konseli
mengenai keadaan dirinya.
3. Mengindarkan individu atau konseli dari penderitaan atas masalah
yang sedang dialaminya.
4. Mencegah individu atau konseli melakukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan ajaran buddha dalam melampiaskan amarah atas masalah yang tak kunjung
selesai.
5. Mencapai kesejahteraan jiwa dan ketinggian akhlak.
6. Melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh negatif yang senantiasa
mengganggu eksistensi kepribadian yang selalu cenderung untuk taat dan patuh
kepada Tuhan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Konseling
Tri Hita Karana (Hindu) adalah proses pemberian bantuan dari konselor pada
konseli supaya konseli sadar akan eksistensinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan
sesuai dengan Tri Hita Karana, yakni mencapai kebahagiaan melalui 3 hal;
Hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam lingkungan, dan
hubungan manusia dengan manusia (sesama). Tentunya konseling tersebut
didasarkan pada ajaran-ajaran agama hindu atau tidak menyimpang dari agama
hindu.
Konseling
agama buddha ialah suatu proses pemberian bantuan dari konselor terhadap
masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh konseli dengan berlandaskan
ajaran-ajaran agama buddha atau buddhisme.
Agama
Buddha mempunyai peranan besar dalam membentuk perilaku anak didik. Dikatakan
bahwa agama Buddha adalah sains mengenai pikiran.
2.
Saran
Sebagai
calon konselor, suatu saat nanti kita akan terjun ke lapangan pekerjaan. Untuk
itu kita perlu mengkaji lebih dalam mengenai agama yang kita anut dan kita
jadikan modal untuk membantu pemecahan masalah konseli.
DAFTAR PUSTAKA
Taniputera, Ivan. 2003. Sains Modern dan Buddhisme. Karaniya.
Jakarta.
Muhammad Shalih, Imam
Musbikhin. 2005. Agama sebagai Terapi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Moh. Sholeh. 2005. Agama Sebagai Terapi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
0 komentar:
Posting Komentar